Oleh-oleh Nge-trip: Perjalanan Jogja-Taman Nasional Meru Betiri

Tuesday, November 29, 2016
Lama tak menulis, terlebih catatan perjalanan. Jadi ceritanya, pekan lalu saya beserta 5 kawan melakukan semacam official journey untuk kepentingan survei lokasi Studi Ekskursi kelas. Rabu, 26 Oktober kami berangkat dari stasiun Lempuyangan Yogyakarta menggunakan KA Logawa.


Tepat pukul 08.55 WIB, KA Logawa berangkat dan sampai di stasiun pemberhentian terakhir, stasiun Jember, pada pukul 19.30 WIB, terlambat 5 menit dari jadwal. Kami istirahat sejenak di stasiun sembari… makan. Bekal nasi+lauk yang dibawa teman saya ternyata masih ada,
alhamdulillaah. Tak lama kemudian, kami dijemput oleh budhe dari salah satu teman saya. Selama di Jember, kami dipersilakan untuk menginap di rumah beliau, alhamdulillaah. Sesampainya di rumah budhe, kami bersih-bersih diri, istirahat sejenak, lalu berembug untuk mematangkan kegiatan survei. Entah karena efek perjalanan 10 jam atau memang kami saja yang benar-benar buntu, rembugan ditutup dengan ‘lihat saja besok sewaktu di kantor TNMB’. Rencana kami yang pertama memang survei ke kantor TNMB Jember terlebih dahulu untuk mengulik informasi TNMB secara langsung.

Keesokan harinya (27/10/2016), setelah bersih-bersih dan sarapan, kami berangkat menuju kantor TNMB. Menurut budhe, kantor TNMB tak terlalu jauh dari rumahnya, jadi kami memutuskan untuk jalan kaki saja, rumus pengiritan. Kurang lebih setengah jam, kami berenam sampai di kantor TNMB. Kami dipersilakan untuk menunggu sejenak, kemudian salah seorang pegawai menghampiri kami. Berdasarkan pemaparan beliau, pertama, kami diharuskan membawa surat pengantar dari Fakultas untuk mengurus Simaksi (semacam surat izin masuk TNMB), agar tiket masuk TNMB gratis. Sedangkan surat yang telah kami ajukan ber-kop panitia SE. Kedua, mengenai pertimbangan lokasi, trek, transportasi, akomodasi, serta objek pengamatan antara Sukamade dan Bandealit. Singkat cerita, TNMB berlokasi di dua tempat, Sukamade di Banyuwangi, dan Bandealit di Jember. Proposal yang kelas kami ajukan berlokasi di Sukamade, namun setelah pemaparan pegawai kantor TNMB, kami berenam mempertimbangkan kembali lokasi mana yang akan kami ambil. 

Pengulikan informasi bersama pegawai kantor kami sudahi, tak lupa dengan bertukar kontak untuk koordinasi selanjutnya. Saat pikiran kami yang berkecamuk, di pintu keluar kantor TNMB, kami bertemu dengan dua mahasiswa UIN Jakarta yang juga sedang survei. Tentu saja kami bertukar informasi, dan ternyata oh ternyata, mereka akan melakukan penelitian di Sukamade pada tanggal yang sama dengan jadwal SE kelas kami. Kelas kami sudah ‘kalah jumlah’ dengan mereka yang ber-60 mahasiswa. Dua mahasiswa tadi juga akan mengurus simaksi sekaligus bersama dosen mereka yang saat itu juga ikut survei. Oke, fine. Kami akhirnya memutuskan untuk ke Bandealit saja. 

Beranjak dari kantor TNMB, kami langsung melanjutkan perjalanan untuk mencari tempat sewa mobil jeep 4WD. Jeep 4WD? Iya, mobil itulah yang disarankan untuk mengantarkan kami ke Bandealit karena trek menuju Bandealit sangat ekstrim yang hanya bisa dilalui oleh jeep, truk, atau motor trel. Sebelumnya kami juga ditawari mobil jeep yang sudah dipesan oleh mahasiswa UIN tadi, Rp 900.000 untuk 24 jam, berangkat sore itu juga. Ya, kami keep untuk bahan pertimbangan dulu. Kemudian kami mencari tempat sewa mobil jeep sesuai saran pegawai kantor TNMB, di W*rna Travel. Kami berjalan sesuai arahan pegawai kantor TNMB, akhirnya kami menemukan Warna Travel. Di W*rna Travel ternyata sewa jeep 4 WD ke Bandealit Rp 799.000 selama 12 jam include sopir dan bahan bakar. Kami meminta waktu hingga sore nanti untuk memutuskan. 

Sewa jeep di W*rna Travel jatuhnya memang lebih mahal dari tawaran mahasiswa UIN tadi, tapi mengingat waktu yang kami punya dan kami butuhkan, akhirnya kami memutuskan untuk deal dengan W*rna Travel. Sore itu juga dua teman saya mendatangi W*rna Travel untuk membayar biaya sewa jeep. Sore hingga malam hari itu kami free alias tidak ada agenda kemanapun. Malamnya, kami memilih untuk nongki di Kedai Cangkir, sebuah mini cafe dekat rumah budhe, sembari wifi-an gretongan. 

Pukul 06.30 WIB (28/10/2016), jeep yang kami pesan sudah menghampiri kami. Seperempat jam kemudian kami berangkat menuju Bandealit. Kami melewati perkebunan karet, menurut pak supir, jalur yang kami lewati merupakan jalur alternatif. Pukul 08.00 kami melewati pertigaan Ambulu-Grantangan. Di sinilah batas jalur yang dapat dilewati bus bila dari Ambulu. 20 menit kemudian kami tiba di gerbang pertama TNMB Bandealit. Kami bertemu dengan 4 petugas TNMB, kemudian mengurus tiket masuk TNMB (Rp 5000/orang).


Pukul 08.52 kami melaju untuk memasuki TNMB. Treknya… daebak! Kami terguncang-guncang sepanjang perjalanan, melintasi jalanan bebatuan di tengah hutan berjurang. Kami juga sempat duduk di bagian atas mobil, untuk lebih merasakan sensasinya. Di perjalanan, kami melewati pintu masuk pos pengamatan Raflessia, perlu naik 50 m lagi untuk melihat si bunga bangkai yang kemungkinan belum mekar. Kurang lebih 1,5 jam kami bergoyang di perjalanan, sampailah kami di pos jaga Bandealit. Di sana kami disambut dua petugas yang sangat ramah. Setalah istirahat makan dan sholat jum’at, kami ditunjukan tempat penginapan. Pertama, tempatnya tepat di sebelah pos jaga, 3 kamar tidur 2 kamar mandi dengan harga yang tidak mereka patok. Sebut aja ini pilihan alternatif. Selanjutnya kami menuju wisma soneratia, yang diapat ditempuh sekitar 10 menit dari pos jaga. Wisma tersebut bersebalahan langsung dengan mangrove, fasilitasnya 4 kamar dengan masing-masing ada kamar mandi dalam, serta ada jenset. FYI, di sini sumber listriknya memanfaatkan tenaga surya. Setelah melihat-lihat wisma, kami diajak ke pantai Bandealit. Pantai ini jaraknya dekat dengan wisma soneratia, hanya perlu jalan kaki sebentar. Pantainya benar-benar masih ‘perawan’, kalau kata pak supir mah. Ombaknya tinggi-tinggi, dan kami dilarang mendekat bibir pantai. Setelah mengabadikan momen, kami diajak ke pantai di sisi muara barat yang relatif lebih aman.

Tugas survei belum selesai, kami masih perlu mencari informasi terkait konsumsi. Sesuai saran yang diberikan, kami mendatangi rumah salahsatu petugas yang istrinya sudah biasa melayani konsumsi pengunjung Bandealit. Sesampainya di rumah beliau, kami disuguhi degan dan makan siang. Rezeki anak shalih-shalihah. Akhirnya kami deal untuk konsumsi dengan harga yang dipatok yakni 10.000 per bungkus.

14.40 kami beranjak pulang, kembali melintasi medan yang super. Perjalanan pulang kali ini kami melewati jalur Ambulu. Pak supir memberitahu kalau bus kami nanti bisa berhenti di Dira Park sebelum berganti truk. Sekitar 4 jam kemudian, kami sampai di rumah budhe. Kami istirahat dan juga packing, karena esok harinya kereta Logawa kami dijadwalkan berangkat pukul 05.00 WIB.

Memang masih jam 5 pagi, tapi suasana sudah seperti jam 8 pagi saja. Yap, Jember itu wilayah Indonesia bagian barat yang paling timur. See?
10 jam kemudian, Jogja… we’re back!

No comments:

Powered by Blogger.